Selasa, 13 Juli 2010

KESERAGAMAN DI AJANG LOMBA LUKIS ANAK

Perkembangan seni lukis anak sangatlah menggembirakan. Fenomena ini bisa kita lihat dengan banyaknya kegiatan lomba melukis dan les lukis yang makin menjamur. Kebanyakan diselenggarakan dengan menggandeng sponsor. Di sisi lain, orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya, mulai mempertimbangkan adakah pilihan kegiatan ekstra lukis di sekolah tersebut. Kegiatan melukis sudah menjadi kegiatan yang mendapat tempat di hati orang tua. Anak yang sering memenangi lomba melukis pastilah membuat bangga orang tuanya.

Kecenderungan seperti tersebut di atas memang sangatlah menarik. Lomba lukis merupakan ajang rekreasi dan ekspresi. Banyaknya even lomba lukis berarti memberi kesempatan kepada anak-anak untuk bisa mengungkapkan ekspresi mereka dan sekaligus berekreasi. Tetapi jika kegiatan lomba-lomba itu tanpa didasari oleh pengetahuan tentang seni rupa justru akan membuat anak terpasung kretivitasnya.

Apa yang terlihat di banyak lomba lukis adalah keseragaman teknik maupun media yang dipakai. Sebelum lomba dimulai seakan sudah ditetapkan bahwa yang memenuhi standar ”layak menang” adalah yang memakai alat gambar merek tertentu. Di benak para peserta lomba juga terlihat terjadi ”kerancuan pola pikir dan motivasi” di mana mereka menganggap ”mereka harus memakai alat gambar merek itu supaya menang”. Di sisi lain anak-anak yang tidak menggunakan media tersebut, dengan alasan harganya yang mahal, sebelum bertanding mereka seakan sudah kalah duluan. Akibat yang terasa lebih tidak adil adalah yang memenangi lomba selalu anak ini atau anak itu. Sehingga ada julukan ”langganan menang lomba lukis”.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Sebuah ajang ekspresi mengapa justru memasung kreativitas anak-anak? Yang terjadi adalah adanya standarisasi dan keseragaman. Padahal di dunia seni, seni apapun juga, keseragaman adalah hal yang sangat dihindari. Kenapa? Karena kalua mau yang pasti-pasti sudah ada Ilmu Pasti (Matematika). Justru kelebihan seni adalah karena memberi banyak kemungkinan. Akibat lebih lanjut adalah kretivitas anak menjadi tumpul. Anak usia TK dan SD yang seharusnya dibebaskan dari segala batasan justru sudah mulai dibelenggu ide-idenya.

Dengan makin seringnya kegiatan lomba lukis anak maka pertanyaan mengenai ”bagaimana kita harus menilai lukisan anak yang unik dan penuh misteri itu” seharusnya menjadi pertanyaaan utama bagi para juri lomba lukis anak. Diluar teknik, media atau alat gambar yang dipakai.

Menilai sebuah lukisan anak sebaiknya dan seharusnya tidak dilihat dengan ”kacamata” orang dewasa. Mereka mempunyai dunia sendiri yang sungguh berbeda dengan dunia orang dewasa. Kita perlu menilai hasil karya lukisan anak berdasarkan situasi dan kondisi. Jika lukisan orang dewasa merupakan ekspresi penuh kesadaran dan tanggung jawab (dalam arti si pelukis harus bisa mempertanggungjawabkan hasil karyanya), maka lukisan anak dibuat berdasarkan intuisi, murni suara hati, tanpa berpikir dan sifatnya main-main. Goresan warnanya spontan dan bebas, sesuka hati. Warna yang mereka pakai sesuai suasana hatinya. Apa yang mereka tuangkan ke atas kertas adalah sesuai dengan pengalaman mereka, sesuai dengan kehidupan mereka yang masih ”polos”. Baik yang mereka alami (nyata) maupun berdasarkan khayalan (imajinasi). Bentuk-bentuk yang mereka goreskan kadang-kadang bersifat sangat pribadi, hanya memiliki arti bagi si anak. Wujudnya terlihat unik dan lucu. Dan disinilah sebenarnya ”kekuatan” dari lukisan anak.

Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai lukisan anak adalah: keberanian menggores, makna cerita dan kemurnian ekspresi anak selaku pelukis (Dewobroto, Majalah ARTISTA, Mei 2004). Terlepas dari alat gambar yang dipakai, produk merek apapun sah-sah saja, selama tiga hal ini memadai.

Keberanian Menggores
Keberanian dan kebebasan mengungkapkan ekspresi (baca: menggoreskan warna) perlu ditanamkan sehingga apa yang diinginkan anak secara tuntas dapat diungkapkan. Biarkan anak meluapkan perasaan mereka dengan sebebas-bebasnya. Bentuk obyek yang kurang pas menurut kacamata orang dewasa. Obyek yang tumpang tindih, atau obyek yang terbalik karena anak memutar kertas gambarnya karena emosi yang begitu meluap, maupun pemilihan warna mereka yang cerah, segar dan berkesan ceria adalah hal yang biasa.

Makna Cerita
Pada umumnya anak yang kaya pengalaman akan lebih ”komplit” dalam bercerita lewat lukisannya. Obyek dalam lukisannya seakan ”bercerita”, tidak pasif. Anak yang kebetulan sering bepergian bersama orang tuanya akan mempunyai banyak perbendaharaan visual. Sehingga obyek lukisannya menjadi lebih variatif. Ketika anak akan melukis tema kebun binatang misalnya, Ia akan melukis kebun binatang dengan bermacam hewan seperti gajah, monyet, harimau, singa, rusa, jerapah, zebra, buaya, kuda nil, dan ular. Kemudian berbagai macam kandang hewan, kolam ikan, dan pepohonan. Tidak ketinggalan pula aktivitas manusia seperti pawang hewan, penjual tiket, penjual es, penjual bakso, dan penjual mainan, akan dilukisnya.

Kemurnian Ekspresi.
Kebebasan emosi memberi peluang kepada anak untuk menjadi kreatif. Mereka akan memiliki jiwa yang berani, fantasinya berkembang dan terlatih kepekaannya. Mereka bekerja menggunakan konsep, ide atau pengalamannya sendiri, sehingga lukisannya benar-benar murni.

Semakin bertambah usia, semakin bertambah pula pengalaman dan tingkat penalarannya. Dengan banyaknya latihan mereka akan semakin terlatih dalam penguasaan media, bahan dan alat gambar. Anak akan sering menggunakan lebih dari satu macam media. Inilah alasan adanya pengelompokan umur peserta (kategori) dalam lomba lukis anak.

Tugas besar yang harus segera mulai dilakukan oleh Event Organiser penyelenggara lomba lukis dan para juri lomba lukis adalah meletakkan kembali (repositioning) ajang lomba lukis sebagai ajang kreativitas anak. Bukan sekedar ajang rekreasi saja. Penjurian dinilai dengan mata kepala dan mata hati: menerobos bidang lukisan sampai ke dalam pribadi anak. Berusaha menyelami dunia anak, memakai kacamata anak, bukan dengan kacamata orang dewasa. Dan, sekali lagi, terlepas dari media atau alat gambar yang digunakan. Dengan perubahan cara pandang kita terhadap lukisan anak diharapkan kita bisa menjembatani munculnya generasi Indonesia penuh kreasi di masa datang. (http://senirupakreatif.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar